Makarti Jaya

Makarti Jaya

Jumat, 19 Juli 2019

Dharma Wacana KEPEMIMPINAN YANG IDEAL MENURUT HINDU


KEPEMIMPINAN YANG IDEAL MENURUT HINDU

OM SWASTYASTU
Hadirin dan Peserta Lomba yang Saya Hormati.
Mengawali penyampaian materi dharma wacana ini, pertama-tama marilah kita mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida Hyang Parama Kawi, karena atas asung kerta wara nugraha-Nya, saya dan kita sekalian diberikan kekuatan dan keselamatan lahir-bathin, sehingga dapat mengikuti lomba dharma wacana serangkaian dengan kegiatan Temu Karya Ilmiah dan Lomba Ketrampilan  Akademik  Perguruan Tinggi Hindu Seluruh Indonesia Tahun 2013 ini.
Hadirin sekalian, patut disyukuri pula bahwa pelaksanaan Temu Karya Ilmiah dan Lomba Ketrampilan Akademik Perguruan Tinggi Hindu Seluruh Indonesia Tahun 2013 ini ada dalam era reformasi, yang mengandung sejumlah tumpuan dan harapan bagi masa depan umat Hindu yang lebih baik. Dengan dilandasi semangat reformasi dan jiwa moksartham jagadhita ya ca iti dharma, umat Hindu telah melaksanakan satu agenda yang sangat mulia, sebagai swadharmakeikutsertaan kita dalam pembangunan berbangsa dan bernegara sebagai agenda Nasional yang harus kita sukseskan.
Pembangunan kehidupan beragama dalam era reformasi ini, sangat diperlukan, terutama  dalam menjaga stabilitas dan ketahanan Nasional, serta sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas umat beragama, sehingga tercipta suasana kehidupan beragama yang penuh keimanan, ketaqwaan, kerukunan yang dinamis, selaras dan seimbang. Karena itulah, kegiatan Temu Karya Ilmiah dan Lomba Ketrampilan  Akademik  Perguruan Tinggi Hindu Seluruh Indonesia Tahun 2013 ini, di samping sebagai ajang pendalaman ajaran agama Hindu juga mengandung makna pembangunan sraddha dan bhaktiyang memiliki nilai strategis bagi terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya. Itu pula sebabnya, dharma wacana ini saya beri judul KEPEMIMPINAN YANG IDEAL MENURUT HINDU, sesuai dengan tema yang telah ditentukan.
Saudara-Saudara Sekalian yang saya muliyakan.
Berbicara masalah kepemimpinan, pada prinsipnya ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Dua dikotomi ini hendaknya dipertemukan secara harmoni, sehingga melahirkan sikap kebersamaan. Kebersamaan dalam hal ini, mengandung pengertian berat sama dipikul, ringan sama dijinjing sebagai atensi dari seia sekata dalam suka dan duka. Ketika konteks ini telah mengakar pada setiap pribadi antara yang pemimpin dengan yang dipimpin, niscaya tujuan organisasi dapat tercapai. Pencapaian tujuan inilah merupakan keberhasilan dari seorang pemimpin.
          Konsep kepemimpinan dalam ajaran agama Hindu bersumber pada kebenaran dari kemahamuliaan Tuhan sebagai hakikat dari ajaran dharma, karena agama Hindu adalah agama yang bersumber pada kitab suci Weda, yang merupakan himpunan wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Dari kitab suci Weda inilah mengalir semua ajaran agama Hindu, baik yang menyangkut sraddha (keyakinan), etika (tata susila), dan acara (ritual). Itu pula sebabnya, ajaran agama Hindu bersifatsanatana yakni yang abadi, sehingga agama Hindu juga dikenal dengan Sanatana Dharma, atau secara imanen disebutVaidika Dharma,seperti yang terdapat dalam sastra suci Hindu yaitu,
÷k*a(m\rnê,                                                                                                                                                                                                                                                     ikang dharma ngaranya,
h)nun&mrr&sÙ(g,                                                                                                                                                                                                                henuning mara ring swarga,
÷kkdigtin&p)rhu,                                                                                                                                                                          ika kadi gatining perahu,
ÁnÀ)nun&bnêgennÓs&tsik/.          an henuning banyaga nentasing tasik.
“Yang disebut dharma adalah jalan untuk mencapai sorga, tak bedanya bagaikan perahu bagi pedagang untuk mengarungi lautan”.
Karena itu, dharma hendaknya selalu diusahakan dan dimuliakan, lebih-lebih bagi seorang pemimpin yang selalu memikirkan kerahayuan negeri, dharma hendaknya diletakkan di atas segala-galanya. Dan perlu diingat bahwa dharma pada zaman kaliyuga banyak ditinggal orang, kadi anak lanji “bagaikan anak haram “ tiada peduli, apalagi memuliakannya. Ketika dharma diabaikan ketika itu pula tujuan hidup tidak tercapai, apakah dalam memimpin atau yang lainnya.
Bagi seorang pemimpin hendaknya memegang teguh ajaran dharma yang dikemas melalui konsepsi Catur Pariksa (Sama, Beda, Dhana,Dhanda). Sama artinya seorang pemimpin hendaknya selalu bersikap tidak berat sebelah dalam memberikan keputusan, sehingga rakyat merasa diperhatikan dan diayomi. Beda, maksudnya adalah seorang pemimpin harus mampu dan berani bersikap tegas, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar dalam memutuskan sesuatu demi keadilan tanpa memihak. Dhana, adalah seorang pemimpin berusaha keras dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya, dengan cara dapat memenuhi kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, dan papan serta pendidikan, kesehatan, dan kesetaraan gender. Sehingga pembangunan manusia seutuhnya, kesejahteraan lahir-bathin dapat terwujud. Sedangkan dhanda maksudnya adalah seorang pemimpin harus mampu menegakkan keadilan dalam memberikan  sanksi hukum terhadap pelaku kejahatan, sehingga kejahatan dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga tercipta suasana aman damai dan berkeadilan.
Di samping itu, sudara-saudara, konsep kepemimpinan yang telah meluas dan menjadi panutan bagi pemimpin tempo dulu dan masa kini adalah konsep Asta Brata  dengan  mencontoh sifat-sifat  kedewataan yakni:
1.    Indrabrata, merupakan sikap seorang pemimpin yang bijaksana dan tidak pilih kasih dalam bersedekah, sehingga merata dan tidak membeda-bedakan, lebih-lebih kepada fakir miskin dan orang-orang suci, bagaikan Indra menurunkan hujan.
2.    Yamabrata, seorang pemimpin hendaknya berani menegakkan keadilan dan kebenaran, menurut sastra suci bagaikan hukum Rta yaitu hukum abadi alam semesta,hukum dan peraturan yang telah ditetapkan dalam mengayomi seluruh rakyat atau bawahannya.
3.    Barunabrata, seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat mulia ibarat dewa baruna atau dewa samudra yaitu berwawasan luas dengan pengetahuan suci dan ilmu lainnya,mampu mengatasi setiap riak atau gejolak yang terjadi dengan baik,penuh kearifan dan kebijaksanaan.
4.    Kuwera, sikap seorang pemimpin harus bijaksana dalam mempergunakan dana atau uang,jangan jadi pemboros yang merugikan negara dan masyarakat.
5.    Suryabrata, senantiasa bersikap bagaikan dewa Matahari penuh keadilan, merata dan tanpa membeda-bedakan terhadap siapa saja, kaya dan miskin, baik dan buruk. Bagaikan Matahari dalam menerangi jagat raya ini.
6.    Candrabrata,  selalu memiliki sifat mulia ibarat dewa bulan yang mampu memberikan penerangan bagi rakyatnya yang berada dalam kegelapan dan kebodohan dengan menampilkan wajah yang penuh kesejukan.
7.    Bayubrata, seorang pemimpin  dapat melihat dan menguasai seluruh wilayah kekuasaannya secara utuh bagaikan dewa Angin yang memenuhi segala ruang dan waktu, selalu meninjau langsung kebawah untuk mengetahui kondisi kehidupan masyarakat yang dipimpinnya setiap saat.
8.    Agnibrata, seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat mulia ibarat dewa agni yaitu mampu menciptakan hal-hal baru yang berguna bagi sesama dalam pembangunan disegala bidang kehidupan,teguh dalam prinsip kebenaran serta mampu melawan musuh,baik yang ada di luar maupun yang ada  di dalam dirinya sendiri.

Penerapan kedelapan sifat-sifat mulia dalam ajaran Asta Brata tersebut ditegaskan dalam  sloka Bhagavad Gita III.35 sebagai berikut:
 श्रेयान्स्वधर्मो विगुणः परधर्मात्स्वनुष्ठितात्। Iस्वधर्मे निधनं श्रेयः परधर्मो भयावहः ॥३५
Śreyān sva-dharmo vigunah para-dharmāt svanusthitāt,
Sva-dharme nidhanam Śreyah para-dharmo bhayāvahah.
Lebih baik mengerjakan kewajiban sendiri walaupun tiada sempurna daripada dharmanya orang lain yang dilakukan dengan baik,lebih baik mati dalam tugas sendiri daripada dalam tugas orang lain yang sangat berbahaya”
Sloka tadi jelas bahwa kita harus tahu kewajiban sendiri dimana semua tugas itu dilakukan dengan penuh pengabdian dan bertahap sebagaimana mestinya,karena suatu pekerjaan akan baik hasilnya apabila dilakukan bertahap dan dengan perencanaan yang matang.
Dalam Geguritan Niti Sastra buah karya Ida Cokorda Denpasar ada menyebutkan bahwa seorang pemimpin hendaknya dapat diukur dari pengetahuannya, sikap prilakunya, dan tutur sapanya. Sikap yang tidak terpuji perlu dihindari, jangan bertindak sewenang-wenang (otoriter) kepada rakyat,  tidak mengucapkan kata-kata kotor saat emosi sekalipun. Konsep kepemimpinan ini dikenal dengan istilah Ulah Telu yakni:
1.  Wijayastra,
     Bagi seorang pemimpin hendaknya selalu berbuat baik, mengutamakan pemerataan dalam bersedekah, dan senantiasa menghilangkan pikiran-pikiran kotor, bingung, dan sifat angkara murka. Tutur sapanya lemah lembut, hormat kepada pendeta, sayang kepada rakyat dan memiliki kemampuan untuk memutar roda pemerintahan.
2.   Sapadina,
      Seorang pemimpin senantiasa berbudi luhur, serta tidak silau dengan kekayaan harta benda. Karena hal itu semuanya semu sebagai kenikmatan sesaat yang tidak abadi.
3.   Negara jenyana,
      Seorang pemimpin hendaknya selalu memikirkan kesejahteraan rakyat dan kerahayuan negeri, memperbaiki jalan, tempat suci, jembatan, tempat pertemuan, pertanian, peternakan, pasar, dan sebagainya yang merupakan sumber pendapatan rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Saudara- Saudara Sekalian.
Kesimpulannya, bahwa kepemimpinan Hindu secara konsepsional tertuang dalam ajaran Asta Brata yang merujuk pada sifat-sifat dewa yang dimuliakan dalam agama Hindu. Selain itu  ada juga sebagai penguat untuk seorang pemimpin sebagaimana terurai dalam konsep Catur Pariksa yakni: sama, bheda, dhanda, dhana. Dan juga ajaran Ulah Telusebagaimana yang diungkapkan oleh Ida Cokorda Denpasar dalam Geguritan Niti Sastra yakni Wijayastra, Sapadina, danNegarajenyana.
Demikianlah saudara-saudara sekalian yang dapat saya sampaikan dalam dharma wacana ini yang menyangkut masalah kepemimpinan Hindu. Barang kali jika kekurang-sempurnaanya dengan hormat kiranya dapat dimaklumi,Sekian dan terima kasih,Om Ano bhradah kratawo yantu   viswatah,
Semoga  semua pikiran baik datang dari segala penjuru.
 OM SANTIH SANTIH SANTIH OM  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar