Pada jaman dahulu kala, ada sebuah kerajaan kecil di daerah utara pulau
Bali. Kerajaan itu bernama kerajaan Wanekeling Kalianget. Di kerajaan itu,
hiduplah satu keluarga sederhana, terdiri dari suami istri serta dua anaknya, satu orang laki-laki dan seorang wanita. Kerajaan itu terkena sebuah wabah
yang menyebabkan banyak warganya meninggal, baik dari kalangan kerajaan maupun
rakyat biasa. Keluarga sederhana itu pun ikut terkena wabah, empat anggota
keluarganya meninggal dan menyisakan si bungsu, I Nyoman Jayaprana.
Jayaprana : ibu... bapak... jangan tinggalkan
saya. Saya tidak bisa hidup sendirian....
( sambil menangis)
Beberapa hari kemudian, Raja Kalianget memutuskan untuk
mengunjungi rakyatnya. saat melakukan kunjungan, Raja merasa tertarik dengan Jayaprana yang pada
saat itu tengah menangisi kematian kedua orang tua dan kedua saudaranya. Raja
merasa iba dan teringat dengan mendiang anaknya hingga membuatnya ingin menjadikan
Jayaprana sebagai anak angkat.
Raja kalianget : pengawal antarkan aku mengunjungi rakyat aku
ingin melihat keadaan rakyatku setelah wabah yang menyerang kerajaan dan rakyatku.
Pengawal 1&2 : baik baginda. Hamba akan mengantarkan baginda
melihat keadaan rakyat.
Raja kalianget : sungguh
kasihan anak ini,,, dia mengingatkan aku pada anakku yang meninggal karena
wabah penyakit itu. Sebaiknya aku angkat saja anak ini sebagai putraku,,,
Heii
anak kecil,,, siapa namamu,,,??? Jangan tangisi kematian
orang tuamu... mari ikut aku ke kerajaanku,,, aku akan mengangkat kamu sebagai
anakku.
Jayaprana tapi baginda,,, bagaimana nasib jasad orangtua hamba???
Raja kalianget : kamu tidak perlu khawatir,,, nanti
pengawal-pengawalku akan
mengurus semuanya,,,, muali sekarang ikutlah ke istana dan jangan panggil aku
baginda,,, panggil aku,, ayahanda.
Jayaprana : baik ayahanda.
10 tahun kemudian, jayaprana tumbuh dewasa. Jayaprana tumbuh menjadi seorang pemuda tampan yang lihai bertarung. banyak
gadis yang diam-diam memendam perasaan pada Jayaprana. Melihat itu, lantas Raja memerintahkan
Jayaprana memilih dayang-dayang istana atau gadis di luar istana untuk
dijadikan pendamping.
Raja
kalianget : pengawal, panggilkan Jayaprana mengahadapku!
Pengawal 1&2 : baik
baginda raja. (pergi memanggil jayaprana dan dibawa menghadap ratu)
Jayaprana : sembah sujudku ayahanda. Ada
apakah ayahanda memanggilku?
Raja kalianget : begini jayaprana, kau adalah sosok seorang lelaki yang tampan dan gagah. Wajarlah, jika para dayang-dayang disini menyukaimu. Dan ku rasa, sudah saatnya kau untuk
menikah. Jika kau tidak keberatan, pilihlah salah satu dari mereka, lalu
jadikanlah istrimu.
Jayaprana : maaf ayahanda, saya bukan bermaksud untuk menolak tawaran dari ayahanda. Hamba hanya
ingin menikah, tapi bukan dengan dayang-dayang istana (diam sejenak) dengan penuh hormat jika
diperkenankan, izinkanlah hamba untuk mencari calon istri hamba diluar istana.
Raja kalianget : baiklah jayaprana, jika itu yang kau inginkan, aku pun tidak akan
menghalangimu untuk memilih calon istri yang sesuai dengan pilihan hatimu.
Jayaprana : terimakasih ayahanda, saya mohon diri untuk mencari udara segar diluar istana.
Jayaprana pun
keluar dari istana. Sambil berjalan, jayaprana dengan asiknya BBM’an...
Dari arah yang
berlawanan, datanglah layonsari yang berjalan sambil sibuk baca
buku. Tanpa mereka sadari, akhirnya mereka bertabrakan.
Layonsari : brakkk! (terjatuh
di tanah bersama gadis cantik itu)
Jayaprana : maaf-maaf. Saya benar-benar tidak sengaja. Saya sedang
buru-buru (menatap layonsari)
Layonsari : (tersenyum)..iya
tidak apa-apa, kok.
Jayaprana : siapa namamu gadis cantik?
Layonsari : nama saya
Layonsari, dan siapa namamu dan dari mana kau berasal? Sepertinya saya tidak
pernah melihatmu?
Jayaprana : nama
saya Jayaprana, saya dari kerajaan kalianget.
Layonsari : oww.. yea... Baiklah,
kalau
begitu saya permisi dulu.
Jayaprana : mari,
silahkan…
(jayaprana pun
terpesona melihat kecantikan dan
keramahan layonsai. Ia
jatuh hati kepadanya. Setelah pulang dan mencari udara segar, jayaprana memberitahu Raja Kalianget bahwa ia telah menemukan
calon istrinya)
Jayaprana : dengan penuh
rasa hormat ayahanda. Saya ingin menyampaikan bahwa saya telah menemukan
calon istri saya.
Raja kalianget : dari
desa mana dia berasal?
Jayaprana : ia berasal dari desa Banjar Sekar, ia putri dari bapak Jero Bandesa.
Raja kalianget : baiklah
kalau begitu. (menulis surat).
Pengawal, berikan surat ini kepada Jero Bandesa di desa Banjar Sekar.
Pengawal 1&2 : baik baginda raja.
Raja kalianget : jayaprana, surat itu berisi undangan untuk menghadap kepadaku. Jadi hendaklah kau bersiap-siap.
Jayaprana : baik ayahanda.
(malam harinya ,
kelurga layonsari datang ke kerajaan Kalianget)
Pegawal 1 : apakah kalian keluarga bapak Jero Bandesa?
Ibu Layonsari : benar.
Kami adalah keluarga Jero Bandesa.
Pengawal 1 : kalau begitu, silahkan masuk.
(keluarga
layonsari masuk kedalam istana dan bertemu Raja Kalianget)
Raja kalianget : (menatap layonsari dan
terpesona) silahkan
duduk...!
Layonsari : terimakasih baginda Raja.
Bapak Layonsari:maaf baginda raja, jika kami
boleh tahu, ada maksud apakah kami diundang kemari?
Raja kalianget : begini,
anak saya Jayaprana terpikat oleh keramahan dan kecantikan anak bapak. Saya sebagai ayahandanya,
ingin sekali menikahkan putra saya dengan putri bapak.
Bapak Layonsari : untuk persoalan
itu , saya serahkan kepada putri saya.
Layonsari : baiklah, saya
pun menaruh hati kepada putra baginda. Ia adalah sosok lelaki yang ramah dan tidak sombong.
Raja kalianget : kalau
begitu, esok hari akan ku laksanakn pernikahan kalian. Untuk
kelancarannya, silahkan kalian menginap dan beristirahat disini. Pengawal…
Pengawal 1&2 : ada apa
baginda raja memanggil kami?
Raja kalianget : antarkan
keluarga ini ke kamar peristirahatan mereka.
Pengawal 1&2 : baik
baginda raja. (mengantarkan
keluarga layonsari ke kamar
istirahatnya)
Raja kalianget : dan kau Jayaprana, silahkan kau menuju kamarmu untuk beristirahat agar
besok pernikahanmu berjalan lancar.
Jayaprana : baik ayahanda. (pergi ke kamarnya)
Keesokan harinya, Tibalah hari upacara perkawinan Jayaprana
diiringi oleh masyarakat desanya, pergi ke rumahnya Jero Bendesa, hendak
meminang Layonsari. Di Istana, Raja sedang duduk di atas singgasana, dihadapnya
ada para pegawai raja dan juga para perbekel. Kemudian datanglah rombongan
Jayaprana di depan istana. Kedua mempelai itu lantas turun dari atas motor, langsung menyembah kehadapan Raja
dengan hormatnya. Raja terpesona dengan kecantikan Layonsari hingga tak mampu
berkata-kata.
Jayaprana : sembah sujudku ayahanda. Saya ingin
meminta doa restu untuk menikahi layonsari, perempuan yang saya sangat cintai.
Raja kalianget : aku restui pernikahan kalian.
dengan ini, aku sahkan kalian menjadi pasangan suami
istri yang berbahagia.. (menyatukan
tangan Jayaprana dan Layonsari)
Raja telah sekian lama
menduda, diam-diam tumbuh benih cinta di hati Raja pada Layonsari. Rasa
cintanya pada Layonsari membutakan akal sehat Raja yang sebelumnya dikenal
sangat bijaksana. Raja pun memikirkan stategi untuk membunuh Jayaprana agar
dapat memperistri Layonsari. Strategi itu disampaikan Raja
kepada patih kerajaan bernama Sawung Galing melalui SMS.
Raja kalianget : patih,, bagaimana caranya membunuh jayaprana
agar aku bisa memperistri layonsari???
Sawung galing : tapi baginda, dia kan putra
baginda.... kenapa baginda tega membunuh putra baginda sendiri??
Raja kalianget : jangan banyak omong kamu patih,,, laksanakan
saja perintahku,,,!!!
Sawung galih : baiklah baginda...
Raja kalianget : patih perintahkan jayaprana meminpin
rombongan untuk pergi ke perbatasan istana Teluk Terima untuk menyelidiki kekacauan
disana. Dan berikan SMS ini kepada Jayaprana. Karena dia pasti tidak akan
menolak jika aku yang memerintahkan.
Sawung
galing : baiklah baginda,,
hamba akan melakukan apa yang baginda perintahkan....
1 minggu kemudian setelah pernikahan jayaprana dengan
layonsari, datanglah utusan kerajaan ke rumah Jayaprana yang menyampaikan titah Raja agar Jayaprana menghadap
Raja secepatnya. Jayaprana diperintahkan memimpin rombongan bersama Patih Sawung
Galing pergi ke Teluktrima untuk menyelidiki perahu yang hancur dan orang-orang Bajo
yang menembak binatang di kawasan Pengulon.
Keesokan harinya, Jayaprana bersama
Sawung galing berangkat ke Teluktrima. Sesampainya di hutan
Teluktrima dengan galaunya patih Sawung Galing menyerang Jayaprana, namun ilmu
Jayaprana lebih sakti dari patih Sawung Galing hingga tidak mampu mengalahkan
Jayaprana. Ditengah kebingungannya, Jayaprana bertanya pada patih Sawung Galing.
Jayaprana : patih, mengapa patih ingin membunuhku???
Sawung galing : maafkan aku Jayaprana,,, ini perintah dari Baginda
Raja... mau tidak mau aku harus melakukanya. Kemarin aku d SMS oleh Baginda
raja... ini lihatlah isi SMS’nya Baginda raja...
Hai engkau Jayaprana
Manusia tiada berguna
Berjalan berjalanlah engkau
Akulah menyuruh membunuh kau
Dosamu sangat besar
Kau melampaui tingkah raja
Istrimu sungguh milik orang besar
Ku ambil kujadikan istri raja
Serahkanlah jiwamu sekarang
Jangan engkau melawan
Layonsari jangan kau kenang
Kuperistri hingga akhir jaman.
Jayaprana menangis sesegukan membaca surat tersebut,
Jayaprana : "Lakukanlah patih, bila ini memang titah
Raja, saya siap dicabut nyawanya demi kepentingan
Raja, dahulu Beliaulah yang merawat dan membesarkan saya, kini Beliau pula yang ingin mencabut
nyawa saya".
Dalam dukanya Jayaprana menyerahkan
keris sakti miliknya sebagai satu-satunya senjata yang dapat digunakan untuk
membunuh Jayaprana.
Jayaprana : patih,, jika saya sudah mati,, berikan
keris ini dan beritakan pada layonsari akan kematian saya. Ini sebagai bukti kesetiaanku
pada titah raja.
Setelah menerima keris
itu, dengan mudah patih Sawung Galing membunuh Jayaprana dengan berat
hati. Darah menyembur namun tidak tercium bau amis, malahan wangi
semerbak. Setelah mayat Jayaprana itu dikubur,
maka seluruh rombongan kembali pulang dengan perasaan sangat sedih. Di tengah
jalan mereka mendapat bahaya, diantaranya banyak yang mati. Seekor macan putih
juga tiba-tiba menyerang patih Sawung Galing dan menewaskan sang patih.
Kabar tewasnya Jayaprana pun sampai ke telinga Raja. Dengan
terpongoh-pongoh Raja segera menghampiri Layonsari di rumahnya.
Raja kalianget :
layonsari, suami’mu Jayaprana sudah tewas. Jadi sekarang aku bisa menjadikan’mu
istri.
Layonsari :
aku tidak percaya suamiku mati...
Raja kalianget :
lihat ini... ini keris milik Jayaprana yang sudah berisi darahnya...
Layonsari :
aku tidak percaya suamiku mati.... .( menangisi kematian suaminya )
Dalam tangisnya Layonsari merebut keris milik Jayaprana
kemudian menusukkan ke jantungnya sendiri. Layonsari tewas seketika dan dari
jasadnya tersebut mengeluarkan aroma wewangian yang menyerbak keseluruh wilayah
kerajaan bahkan tercium hingga lokasi jasad Jayaprana berada.
Rakyat sekitar membawa jasad yang mewangi tersebut untuk ditempatkan
disebelah jasad Jayaprana agar selamanya kedua kekasih ini dapat selalu
bersama. Sedangkan patih Sawung Galing yang dengan setianya menjalankan titah
raja turut serta ditempatkan dilokasi tersebut sebagai simbol kesetian seorang
abdi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar