Makarti Jaya

Makarti Jaya

Jumat, 19 Juli 2019

DINAMIKA PLURALISME DALAM HINDU

DINAMIKA PLURALISME DALAM HINDU

Kehidupan sosial masyarakat tentunya tidak terlepas dengan perkembangan kehidupan beragama. Hal ini menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Agama menjadi keyakinan setiap individu sehingga melekat di dalam diri, bahkan ketika mereka hidup dalam sosial masyarakat yang beragam. Khususnya Agama Hindu, perkembanganya tidak akan pernah meninggalkan sisi kehidupan pribadi, sosial, ekonomi, pengetahuan, pemahaman serta pola pikir individu yang menganut keyakinan Hindu itu sendiri.  Penganut umat Hindu pun beragam dari latar belakang suku yang berbeda, misalnya: Suku Jawa, Bali, Batak, Dayak, Banjar, sunda, dll. Di Indonesia, umat Hindu mayoritas dianut oleh keturunan suku Bali, sisanya Jawa dan suku-suku lain yang masih memegang teguh ajaran dharma ini. Berdasarkan satu sisi penganut saja Hindu sudah jelas sekali mengajarkan adanya kebegaragaman atau pluralisme. Dalam kamus besar bahasa Indonesia pluralisme berarti keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya)/kebudayaan berbagai kebudayaan yang berbeda-beda dalam suatu masyarakat.
Berdasarkan penjelasan makna pluralisme atau keberagaman tersebut, umat Hindu telah mampu hidup berdampingan dengan masyarakat lain yang berbeda keyakinan. Misalnya: umat Hindu yang berasal dari keturunan suku Jawa, sangat erat sekali hubungan sosial masyarakat dengan sesama suku Jawa yang berbeda keyakinan. Orang dayak yang tetap hidup berdampingan dengan tradisi dan budayanya sesama dayak di kalimantan walaupun sudah berbeda keyakinan. Umat Hindu etnis Bali yang mampu hidup berdampingan diseluruh pelosok Nusantara sampai saat ini. Ciri khas umat Hindu adalah damai, cinta, kasih, tidak menyakiti, dan beragam sehingga mampu menciptakan kehidupan sosial yang harmonis. Hal ini menandakan bahwa Umat Hindu sebagian besar telah mampu menjabarkan arti dari keberagaman melalui ajarannya dan perilaku kesehariannya. Namun, belum keseluruhan umat Hindu mampu menjabarkan konsep keberagaman atau Puralisme ini dengan baik dalam kehidupan sehari-hari. Seperti halnya umat Hindu yang ada di daerah-daerah pelosok ataupun daerah transmigrasi yang jauh sekali dengan sentuhan pembainaan mental maupun spiritual. Hindu adalah sebuah agama yang sangat menghargai pluralisme berkembang melalui pluralisme itu, Hindu tidak seperti kepercayaan lain yang nampak cemas dengan munculnya berbagai paradigma plularis, Hindu tidak pernah mempatenkan suatu kebudayaan, bahasa atau ritual sebagai lambang atau tanda resmi dari agama tersebut. Pluralisme sesungguhnya merupakan identitas, ciri khas, atau karakter Hinduisme. Hindu tidak pernah tampil sebagai sosok yang arogan.
Namun harus diingat pluralisme dalam Hindu bukan berarti menyamakan ratakan Hindu dengan yang lain, tapi dalam artian bahwa Hindu tidak pernah menyatakan konsep kepercayaan yang lain sebagai suatu yang salah atau sesat. Hindu tidak pernah menolak kebenaran lain. Lalu pertanyaannya, apakah perbedaan itu baik atau buruk? Pohon-pohon di taman berbeda, dan itu membuat taman menjadi indah. Binatang-binatang liar di hutan berbeda, dan mereka saling bunuh satu sama lain. Manusia berada antara keduanya. Ia bukan pohon di taman atau binatang liar di hutan. Karena itu manusia harus merumuskan hubungan yang satu dengan yang lain, aku dengan kamu atau aku dengan dia. Dalam ajaran agama Hindu mengenal sebuah istilah atau slogan yang dipetik dari sastra suci veda yang berbunyi “ Tat Tvam Asi” yang berarti, “ Aku adalah Kamu, Kamu adalah Aku, Aku adalah Engkau (Tuhan). Berdasarkan kutipan tersebut dapat diartikan bahwa umat Hindu menganggap bahwa kita semua pada dasarnya adalah sama bersumber dari satu Tuhan, dari pengertian itu juga umat Hindu sangat menghargai sesama manusia dan semua makhluk ciptaan Tuhan. Berkaitan dengan pluralisme dalam ajaran agama Hindu juga mempunyai slogan yang dikutip dari sastra suci yang berbuyi “ Vasu Daiva Kutumbaka” yang berarti, “ Kita Semua Bersaudara” , jadi umat hindu menganggap bahwa kita semua adalah saudara tanpa membeda-bedakan suku, ras, antar golongan maupun agama (Pluralisme). Dalam Bhagavadgita IX.29, dijelaskan:
 samo ‘haṁ sarva-bhūteṣu na me dveṣyo ‘sti na priyah ye bhajanti tu māṁ bhaktyā mayi te teṣu cāpy aham
 Artinya: Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua makhluk. Bagi-Ku tidak ada yang paling Ku-benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi. Tetapi yang berbakti kepada-Ku, dengan penuh pengabdian, mereka berada pada-Ku dan Aku bersamanya pula.
Melalui satra suci Bhagavadgita, Tuhan telah mengajarkan sebuah laku yang mulia dan penuh dengan kebijaksanaan, tentang hakikat terlahir, hidup, serta berkarma dan membawa sang Jiwa yang bersemayam di dalam badan untuk tidak membedakan mana yang lebih dikasihi ataupun yang dibenci, hanya saja bagaimana sang ciptaan mampu menempatkan diri serta, melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai ciptaan. Sebenarnya hal ini kemudian berkaitan dengan kemajemukan berbagai aspek yang saling berpengaruh satu dengan yang lain, seperti hubungan antar umat beragama, sosial, politik maupun budaya yang dari hal-hal tersebut belum sepenuhnya berjalan harmonis. Salah satu aspek pokok yang menjadi tumpuan dalam berbagai aspek lainya adalah Agama, Dengan keberagaman agama yang ada di Indonesia yang terdiri dari Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, Konghuchu. Ke-enam agama tersebut khususnya sampai saat ini mampu berjalan harmonis dan senantiasa saling menghormati.
Dalam BHAGAWAD GITA 4.11 disbutkan
Ye yatha mam prapadyante
tams tathaiva bhajamy aham
mama vartmanuvartante
manusyah partha sarvasah
Artinya : Bagaimanapun (jalan) manusia mendekati-Ku, Aku terima, wahai Arjuna. Manusia mengikuti jalan-Ku pada segala jalan (Pudja, 1999:112).
            Sloka-sloka di atas menunjukkan betapa Hindu sangat menyadari, menerima dan menghargai pluralisme sebagai konsekuensi kehidupan. Setiap makhluk, individu, identitas kelompok, identitas agama berhak atas perlakuan baik dan penghargaan. Pluralitas kehidupan sama sekali tidak mengusik rasa hormat dan bersikap diskriminatif.
Hindu memandang, beragama adalah sadhana, yaitu diwujudkannya nilai-nilai kebenaran dan kemuliaan agama dalam tindakan. Kebajikan dan spiritualitas tertinggi dalam Hinduisme adalah sirnanya kebencian, kekerasan, menyakiti (Ahimsa Paramo Dharma), dan merekahnya kasih sayang dalam hati. Loka-sangraham, merupakan kewajiban setiap manusia Hindu untuk mewujudkan keselarasan dan harmoni dalam kehidupannya (pluralitas sosial). Terkait dengan toleransi Hindu, Sri Swami Siwananda pernah menyatakan : “Tak ada agama yang demikian luwes dan toleran seperti Hinduisme. Hinduisme sangat keras dan tegas memandang yang bersifat mendasar; namun ia sangat luwes menyesuaikan kembali terhadap hal-hal luar yang tidak mendasar. Itulah sebabnya mengapa ia berhasil dalam kehidupan selama berabad-abad.
Pluralitas agama hendaknya dipandang sebagai perihal wajar seperti ketika kita menyadari pluralitas bahasa, warna kulit atau selera makan. Artinya, perbedaan tidak dimaknai sebagai dua pasukan yang siap berhadapan untuk bertempur, melainkan sebagai dua pohon bunga yang siap hadir untuk menyemarakkan taman di depan rumah kita. Pluralitas dalam konteks kerukunan beragama berarti menghormati dan menghargai pilihan agama orang lain.
Kesadaran ini menjadi aktualisasi nilai pertama “pluralitas Hindu”, yaitu Vidya, yang dalam konteks ini dimaknai sebagai pengetahuan, pemahaman dan kesadaran dalam melihat pluralitas sebagai kenyataan dan bagian dari kehidupan. Mekarnya kasih sayang, tidak lagi memisahkan mereka dari diri kita, melainkan melihat yang lain sebagai diri sendiri. Inilah hakekat dari cinta kasih, yaitu memahami dan mengidentifikasi orang lain sebagai dirinya(Tat Tvam Asi).
Tumbuhnya cinta kasih inilah yang menjadi nilai kedua “pluralitas” Hindu, yaitu Metri, yang dimaknai sebagai cinta kasih yang tulus kepada makhluk (orang) lain. Dalam konteks kerukunan beragama, Metri berarti sikap menghormati dan menghargai keyakinan dan pilihan iman orang lain. Kasih sayang inilah yang menstimulasi sikap mulia lainnya, yang kemudian menjadi nilai “pluralitas Hindu”, yaitu Ahimsa, yang berarti sirnanya hasrat menyakiti atau membunuh terhadap makhluk (orang) lain. Dalam konteks kerukunan beragama, Ahimsa tiada lain adalah lenyapnya hasrat untuk melecehkan, menghina, dan menistakan keyaninan atau agama yang lain.
Panasnya suasana politik akhir-akhir ini, mencerminkan betapa kita perlu kembali kedlam diri melalui keyakinan atau agama kita. Tentunya masing-masing agama mengajarkan untuk saling menjaga diri, berperilaku yang baik, tidak saling menyalahkan, saling menghargai, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan tentunya melakukan keyakinan dengan baik. Inilah pentingnya pengetahuan dan pemahaman dalam hidup ber-Pancasila dan Ber-Bhineka Tunggal Ika, jangan sampai karena perbedaan pandangan politik, keadaan ekonomi yang sulit, pergaulan, kita sebagai umat Hindu yang memegang teguh spirit pluralisme salah menempatkan diri serta ikut larut dalam suasana yang menghancurkan kedaulatan.

Kita sebagai umat Hindu seharusnya mampu membawa angin segar kemajemukan dan ke-Bhinekaan. Apa yang sesungguhnya diajarkan oleh agama Hindu adalah pluralisme agama, bukan keperluan untuk membuat semua agama sama, yang adalah intoleran terhadap perbedaan-perbedaan agama yang sering sama sekali tidak kecil atau tidak penting. Pluralisme agama, pada sisi lain, adalah toleran atas perbedaan-perbedaan agama. Ia tidak mereduksi semua agama ke dalam satu model bersama. Ia membiarkan perbedaan-perbedaan mereka kelihatan dengan jelas sebagaimana mereka adanya dan tidak berupaya menutupinya dengan satu kerudung kesatuan. Pluralisme mengatakan bahwa adalah baik bagi kita untuk mempunyai perbedaaan atau bahkan pandangan-pandangan yang bertentangan mengenai agama dan ini tidak harus menjadi satu masalah. Satu pandangan agama menerima bahwa ada banyak jalan. Agama yang berbeda jalan atau cara-cara ini mempunyai berbagai derajat perbedaan-perbedaan di antara mereka, beberapa mungkin kecil, beberapa mungkin besar. Tetapi agama-agama bersama-sama harus berupaya untuk menciptakan kedamaian dan kesejahteraan di atas muka bumi ini. Agama-agama harus menghormati hak setiap manusia untuk hidup dan mencari keselamatan menurut keyakinannya. Tidak ada satu agamapun yang mempunyai hak untuk merampas hak hidup seseorang semata-mata karena orang tersebut menganut agama lain. Dengan kata lain agama-agama harus membangun kemanusiaan, inilah Bhineka Tunggal Ika dalam beragama. Pluralisme mengatakan bahwa adalah baik bagi kita untuk mempunyai perbedaaan. Dengan kata lain agama-agama harus membangun kemanusiaan yang telah nyata tercermin dalam ajaran Hindu. Spirit Tat Twam Asi, dan Vasudaiwa Kutum Bakam harus menjadi dasar kuat menjalankan Dharma Agama dan Dharma Negara. Kemajemukan dalam umat beragama hendaknya senantiasa diawasi dan selalu didukung oleh semua lini baik dari pemerintah, tokoh-tokoh agama serta masyarakat itu sendiri. pembinaan di masing-masing agama harus lebih intensif terutama pemahaman mengenai perbedaan serta kemajemukan dan pluralisme agama yang memang harus terjadi di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar