DINAMIKA PLURALISME DALAM HINDU
Kehidupan sosial masyarakat
tentunya tidak terlepas dengan perkembangan kehidupan beragama. Hal ini menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lain. Agama menjadi keyakinan setiap individu sehingga melekat di dalam
diri, bahkan ketika mereka hidup dalam sosial masyarakat yang beragam.
Khususnya Agama Hindu, perkembanganya tidak akan pernah meninggalkan sisi
kehidupan pribadi, sosial, ekonomi, pengetahuan, pemahaman serta pola pikir
individu yang menganut keyakinan Hindu itu sendiri. Penganut umat Hindu
pun beragam dari latar belakang suku yang berbeda, misalnya: Suku Jawa, Bali, Batak,
Dayak, Banjar, sunda, dll. Di Indonesia, umat Hindu mayoritas dianut oleh
keturunan suku Bali, sisanya Jawa dan suku-suku lain yang masih memegang teguh
ajaran dharma ini. Berdasarkan satu sisi penganut saja Hindu sudah jelas sekali
mengajarkan adanya kebegaragaman atau pluralisme. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia pluralisme berarti keadaan masyarakat yang majemuk
(bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya)/kebudayaan berbagai
kebudayaan yang berbeda-beda dalam suatu masyarakat.
Berdasarkan
penjelasan makna pluralisme atau keberagaman tersebut, umat Hindu telah mampu
hidup berdampingan dengan masyarakat lain yang berbeda keyakinan. Misalnya:
umat Hindu yang berasal dari keturunan suku Jawa, sangat erat sekali hubungan
sosial masyarakat dengan sesama suku Jawa yang berbeda keyakinan. Orang dayak
yang tetap hidup berdampingan dengan tradisi dan budayanya sesama dayak di
kalimantan walaupun sudah berbeda keyakinan. Umat Hindu etnis Bali yang mampu
hidup berdampingan diseluruh pelosok Nusantara sampai saat ini. Ciri khas umat
Hindu adalah damai, cinta, kasih, tidak menyakiti, dan beragam sehingga mampu
menciptakan kehidupan sosial yang harmonis. Hal ini menandakan bahwa Umat Hindu
sebagian besar telah mampu menjabarkan arti dari keberagaman melalui ajarannya
dan perilaku kesehariannya. Namun, belum keseluruhan umat Hindu mampu
menjabarkan konsep keberagaman atau Puralisme ini dengan baik dalam kehidupan
sehari-hari. Seperti halnya umat Hindu yang ada di daerah-daerah pelosok
ataupun daerah transmigrasi yang jauh sekali dengan sentuhan pembainaan mental
maupun spiritual. Hindu adalah sebuah agama yang sangat menghargai pluralisme
berkembang melalui pluralisme itu, Hindu tidak seperti kepercayaan lain yang
nampak cemas dengan munculnya berbagai paradigma plularis, Hindu tidak pernah
mempatenkan suatu kebudayaan, bahasa atau ritual sebagai lambang atau tanda
resmi dari agama tersebut. Pluralisme sesungguhnya merupakan identitas, ciri
khas, atau karakter Hinduisme. Hindu tidak pernah tampil sebagai sosok yang arogan.
Namun harus
diingat pluralisme dalam Hindu bukan berarti menyamakan ratakan Hindu dengan
yang lain, tapi dalam artian bahwa Hindu tidak pernah menyatakan konsep
kepercayaan yang lain sebagai suatu yang salah atau sesat. Hindu tidak pernah
menolak kebenaran lain. Lalu pertanyaannya, apakah perbedaan itu baik atau
buruk? Pohon-pohon di taman berbeda, dan itu membuat taman menjadi indah.
Binatang-binatang liar di hutan berbeda, dan mereka saling bunuh satu sama
lain. Manusia berada antara keduanya. Ia bukan pohon di taman atau binatang
liar di hutan. Karena itu manusia harus merumuskan hubungan yang satu dengan
yang lain, aku dengan kamu atau aku dengan dia. Dalam ajaran agama Hindu
mengenal sebuah istilah atau slogan yang dipetik dari sastra suci veda yang
berbunyi “ Tat Tvam Asi” yang berarti, “ Aku adalah Kamu, Kamu adalah Aku, Aku
adalah Engkau (Tuhan). Berdasarkan kutipan tersebut dapat diartikan bahwa umat
Hindu menganggap bahwa kita semua pada dasarnya adalah sama bersumber dari satu
Tuhan, dari pengertian itu juga umat Hindu sangat menghargai sesama manusia dan
semua makhluk ciptaan Tuhan. Berkaitan dengan pluralisme dalam ajaran agama
Hindu juga mempunyai slogan yang dikutip dari sastra suci yang berbuyi “ Vasu
Daiva Kutumbaka” yang berarti, “ Kita Semua Bersaudara” , jadi umat hindu
menganggap bahwa kita semua adalah saudara tanpa membeda-bedakan suku, ras,
antar golongan maupun agama (Pluralisme). Dalam Bhagavadgita IX.29, dijelaskan:
samo ‘haṁ sarva-bhūteṣu na me dveṣyo ‘sti na
priyah ye bhajanti tu māṁ bhaktyā mayi te teṣu cāpy aham
Artinya: Aku tidak pernah iri dan selalu
bersikap adil terhadap semua makhluk. Bagi-Ku tidak ada yang paling Ku-benci
dan tidak ada yang paling Aku kasihi. Tetapi yang berbakti kepada-Ku, dengan
penuh pengabdian, mereka berada pada-Ku dan Aku bersamanya pula.
Melalui satra
suci Bhagavadgita, Tuhan telah mengajarkan sebuah laku yang mulia dan penuh
dengan kebijaksanaan, tentang hakikat terlahir, hidup, serta berkarma dan
membawa sang Jiwa yang bersemayam di dalam badan untuk tidak membedakan mana
yang lebih dikasihi ataupun yang dibenci, hanya saja bagaimana sang ciptaan
mampu menempatkan diri serta, melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai
ciptaan. Sebenarnya hal ini kemudian berkaitan dengan kemajemukan berbagai
aspek yang saling berpengaruh satu dengan yang lain, seperti hubungan antar
umat beragama, sosial, politik maupun budaya yang dari hal-hal tersebut belum
sepenuhnya berjalan harmonis. Salah satu aspek pokok yang menjadi tumpuan dalam
berbagai aspek lainya adalah Agama, Dengan keberagaman agama yang ada di
Indonesia yang terdiri dari Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, Konghuchu.
Ke-enam agama tersebut khususnya sampai saat ini mampu berjalan harmonis dan
senantiasa saling menghormati.
Dalam BHAGAWAD GITA 4.11 disbutkan
Ye yatha mam prapadyante
tams tathaiva bhajamy aham
mama vartmanuvartante
manusyah partha sarvasah
Artinya : Bagaimanapun (jalan) manusia mendekati-Ku, Aku
terima, wahai Arjuna. Manusia mengikuti jalan-Ku pada segala jalan (Pudja, 1999:112).
Sloka-sloka
di atas menunjukkan betapa Hindu sangat menyadari, menerima dan menghargai
pluralisme sebagai konsekuensi kehidupan. Setiap makhluk, individu, identitas
kelompok, identitas agama berhak atas perlakuan baik dan penghargaan.
Pluralitas kehidupan sama sekali tidak mengusik rasa hormat dan bersikap
diskriminatif.
Hindu memandang, beragama adalah sadhana, yaitu diwujudkannya
nilai-nilai kebenaran dan kemuliaan agama dalam tindakan. Kebajikan dan
spiritualitas tertinggi dalam Hinduisme adalah sirnanya kebencian, kekerasan,
menyakiti (Ahimsa Paramo Dharma), dan merekahnya kasih sayang dalam hati.
Loka-sangraham, merupakan kewajiban setiap manusia Hindu untuk mewujudkan
keselarasan dan harmoni dalam kehidupannya (pluralitas sosial). Terkait dengan
toleransi Hindu, Sri Swami Siwananda pernah menyatakan : “Tak ada agama
yang demikian luwes dan toleran seperti Hinduisme. Hinduisme sangat keras dan
tegas memandang yang bersifat mendasar; namun ia sangat luwes menyesuaikan
kembali terhadap hal-hal luar yang tidak mendasar. Itulah sebabnya mengapa ia
berhasil dalam kehidupan selama berabad-abad.
Pluralitas agama hendaknya dipandang sebagai perihal wajar
seperti ketika kita menyadari pluralitas bahasa, warna kulit atau selera makan.
Artinya, perbedaan tidak dimaknai sebagai dua pasukan yang siap berhadapan
untuk bertempur, melainkan sebagai dua pohon bunga yang siap hadir untuk
menyemarakkan taman di depan rumah kita. Pluralitas dalam konteks kerukunan
beragama berarti menghormati dan menghargai pilihan agama orang lain.
Kesadaran ini menjadi aktualisasi nilai
pertama “pluralitas Hindu”, yaitu Vidya, yang dalam konteks ini
dimaknai sebagai pengetahuan, pemahaman dan kesadaran dalam melihat pluralitas
sebagai kenyataan dan bagian dari kehidupan. Mekarnya kasih sayang, tidak
lagi memisahkan mereka dari diri kita, melainkan melihat yang lain sebagai diri
sendiri. Inilah hakekat dari cinta kasih, yaitu memahami dan mengidentifikasi
orang lain sebagai dirinya(Tat Tvam Asi).
Tumbuhnya cinta kasih inilah yang menjadi nilai
kedua “pluralitas” Hindu, yaitu Metri, yang dimaknai sebagai cinta
kasih yang tulus kepada makhluk (orang) lain. Dalam konteks kerukunan beragama,
Metri berarti sikap menghormati dan menghargai keyakinan dan pilihan iman orang
lain. Kasih sayang inilah yang menstimulasi sikap mulia lainnya, yang
kemudian menjadi nilai “pluralitas Hindu”, yaitu Ahimsa, yang berarti
sirnanya hasrat menyakiti atau membunuh terhadap makhluk (orang) lain. Dalam
konteks kerukunan beragama, Ahimsa tiada lain adalah lenyapnya hasrat untuk
melecehkan, menghina, dan menistakan keyaninan atau agama yang lain.
Panasnya
suasana politik akhir-akhir ini, mencerminkan betapa kita perlu kembali kedlam
diri melalui keyakinan atau agama kita. Tentunya masing-masing agama
mengajarkan untuk saling menjaga diri, berperilaku yang baik, tidak saling
menyalahkan, saling menghargai, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan
tentunya melakukan keyakinan dengan baik. Inilah pentingnya pengetahuan dan
pemahaman dalam hidup ber-Pancasila dan Ber-Bhineka Tunggal Ika, jangan sampai
karena perbedaan pandangan politik, keadaan ekonomi yang sulit, pergaulan, kita
sebagai umat Hindu yang memegang teguh spirit pluralisme salah menempatkan diri
serta ikut larut dalam suasana yang menghancurkan kedaulatan.
Kita sebagai umat Hindu seharusnya mampu membawa
angin segar kemajemukan dan ke-Bhinekaan. Apa yang sesungguhnya diajarkan oleh
agama Hindu adalah pluralisme agama, bukan keperluan untuk membuat semua agama
sama, yang adalah intoleran terhadap perbedaan-perbedaan agama yang sering sama
sekali tidak kecil atau tidak penting. Pluralisme agama, pada sisi lain, adalah
toleran atas perbedaan-perbedaan agama. Ia tidak mereduksi semua agama ke dalam
satu model bersama. Ia membiarkan perbedaan-perbedaan mereka kelihatan dengan
jelas sebagaimana mereka adanya dan tidak berupaya menutupinya dengan satu
kerudung kesatuan. Pluralisme mengatakan bahwa adalah baik bagi kita untuk
mempunyai perbedaaan atau bahkan pandangan-pandangan yang bertentangan mengenai
agama dan ini tidak harus menjadi satu masalah. Satu pandangan agama menerima
bahwa ada banyak jalan. Agama yang berbeda jalan atau cara-cara ini mempunyai
berbagai derajat perbedaan-perbedaan di antara mereka, beberapa mungkin kecil,
beberapa mungkin besar. Tetapi agama-agama bersama-sama harus berupaya untuk
menciptakan kedamaian dan kesejahteraan di atas muka bumi ini. Agama-agama
harus menghormati hak setiap manusia untuk hidup dan mencari keselamatan
menurut keyakinannya. Tidak ada satu agamapun yang mempunyai hak untuk merampas
hak hidup seseorang semata-mata karena orang tersebut menganut agama lain.
Dengan kata lain agama-agama harus membangun kemanusiaan, inilah Bhineka
Tunggal Ika dalam beragama. Pluralisme mengatakan bahwa adalah baik bagi kita
untuk mempunyai perbedaaan. Dengan kata lain agama-agama harus membangun
kemanusiaan yang telah nyata tercermin dalam ajaran Hindu. Spirit Tat Twam Asi,
dan Vasudaiwa Kutum Bakam harus menjadi dasar kuat menjalankan Dharma Agama dan
Dharma Negara. Kemajemukan dalam umat beragama hendaknya senantiasa diawasi dan
selalu didukung oleh semua lini baik dari pemerintah, tokoh-tokoh agama serta
masyarakat itu sendiri. pembinaan di masing-masing agama harus lebih intensif
terutama pemahaman mengenai perbedaan serta kemajemukan dan pluralisme agama
yang memang harus terjadi di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar