Tirtayatra
Sebagai Yajna Utama
Banyak bentuk yadjna vang telah dilaksanakan oleh umat Hindu
dengan tanpa disadari karena dilaksanakan dengan niskarma
karma (dilakukan tanpa pamrih, dilakukan tanpa mengikatkan diri akan
hasil), karma yang demikian disebut dengan karma (perbuatan) sebagai
persembahan kepada Tuhan, yang biasa disebut dengan yajna (korban
suci) seperti: Dewa Yajna, Resi Yajna, Pitra Yajna, Manusa Yajna dan Bhuta
Yajna. Dalam dasa warsa terakhir ini makin banyak umat Hindu Indonesia
melaksanakannya di bulan Oktober setiap tahunnya bertepatan dengan perayaan
Divali (perayaan kembalinya Sri Rama ke Ayodya), yang maknanya merayakan
kemenangan dharma melawan adharma.
Tirtayatra sebenarnya sudah banyak dilakukan umat Hindu
sejak dulu dan sejalan dengan kemajuan serta meningkatnya kesejahteraan maka
tempat suci yang dikunjunginya semakin meluas serta umat mulai menyadari, bahwa
tirtayatra sebagai salah satu cara melakukan yajna (korban suci) yang paling
mudah karena dapat dilaksanakan oleh setiap umat Hindu termasuk orang miskin
sekalipun. Dalam petuah Bhagawan Waisampayana kepada Maha Raja Janamejaya yang
disarikan oleh Bhagawan Wararuci memang jelas disebutkan melakukan tirtayatra
dianggap lebih utama dari pada melakukan yajna sebagaimana dimuat
dalam Sarasamuscaya (Himpuna intisari karya Bhagawan Byasa) pada
Sloka 279 disebutkan "Sada daridrairrapi hi cakyam praptum nardhipa
tirthabhigamanam punyam yajnerapi wicisyate" dalam bahasa Kawi (Jaw; Kuna)
diterjemahkan sebagai berikut "Apan mangke kottamning tirthayatra, atyanta
pawitra, Iwih sangkeng kapawananing yajna, wenang ulahakena ring daridra".
Artinya adalah begitu keutamaan tirthayatra, amat suci, lebih utama dari pada
pensucian dengan yajna (yadnya), dapat dilakukan oleh daridra (orang miskin)
sekalipun.
Pengertian dan Tujuan Tirtayatra
Yang dimaksud dengan tirtayatra adalah niat tulus untuk
mengunjungi tempat-tempat suci atau tempat bersejarah dan tempat-tempat lain
yang dikeramatkan. Tirtayatra bertujuan untuk melihat dari dekat tempat
bersejarah untuk menyaksikan secara nyata tempat-tempat penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan agama Hindu, agar dapat mempertebal Panca
Sradha (lima keyakinan) dan kebenaran terhadap sejarah perkembangan ajaran
Hindu.
Untuk meyakini sesuatu, kita (penganut Hindu) telah memiliki
cara yang disebut dengan Tri Premana (tiga cara) yaitu: Agama
Pramana yang dimaksudkan adalah bahwa kita meyakini adanya sesuatu
berdasarkan atas informasi yang kita terima dari pelajaran yang diberikan oleh
para guru/para ahli atau cerita-cerita dari orang-orang suci yang telah lebih
dahulu mengalami yang kita percayai; Anumana Pramana yaitu kita
meyakini sesuatu atas dasar hasil analisa akan suatu penomena baik alam, flora,
fauna dll; Pratyaksa Pramana dimana kita meyakini sesuatu atas dasar
penglihatan langsung atau pengalaman pribadi yang tiap-tiap orang tidaklah sama
pengalaman spiritualnya.
Selama melaksanakan tirtayatra (perjalan suci) para yatri
(peserta) akan mendengarkan cerita-cerita mengenai tokoh sejarah atau tempat
yang dikunjungi (Sravanam), pada saat tertentu juga turut menyanyikan kidung
suci keagamaan atau menyebut-nyebut nama Tuhan berulang-ulang (kirtanam), dalam
perjalanan selalu mengingat Tuhan dengan segala manifestasinya (Smaranam),
melakukan pemujaan di beberapa, Pura atau Mandir (Arcanam), juga ada kesempatan
membaca cerita-cerita suci keagamaan atau sloka-sloka kitab suci (Wandanam),
selalu berusaha mengabdi kepada Tuhan dengan jalan mengekang rasa ego atau
ahamkara (Dasyam), ada juga yang melakukan pemujaan dengan merebahkan diri
tertelungkup di hadapan yang dipuja, Tuhan dilambangkan amat agung, cara ini
dikenal dengan istilah "memuja kaki padma Tuhan" (Padesevanam). oleh
karena kegiatan itulah melakukan tirtayatra dianggap sungguh-sungguh utama.
Termasuk sebagai Tempat Suci menurut Hindu.
Dalam kitab Sarasamuscaya secara umum disebut
tempat suci adalah Pura (Temple, Kuil, Candi), tempat-tempat lain seperti:
Campuhan (pertemuan air laut dengan sungai atau pertemuan dua sungai atau
lebih), Mata Air, Gunung, Sungai dan Danau yang di tiap-tiap pulau pasti
ada Petirtaan (tempat pensucian atau petilasan).
Menurut kitab-kitab Purana tempat pensucian yang dijadikan
tempat pelaksanaan Kumbha Mela (upacara penyucian diri dengan cara mandi)
yaitu: Allahabad (Prayag), Haridwar, Awanti dan Nasik. Di 4 (empat) tempat
tersebut diyakini sebagai tempat tercecernya titha amertha (air kehidupan)
saat para Dewa merebutnya dari tangan-tangan para Danawa.
Selain tempat tersebut ada beberapa kota suci lagi di India
yang dijadikan tujuan dari para Yatri (orang yang melakukan tirtayatra) yaitu
tempat-tempat yang dikenal dengan sebutan Moksa Puri atau Sapta Puri yaitu:
Ayodya, Mathura, Haridwar, kasi (Varanasi sekarang disebut Benares),
Kanchipuram, Ujjain dan Dwaraka.
Masih banyak lagi tempat-tempat penting dalam sejarah
perkembangan agama Hindu seperti lembah Sungai Sindhu (tempat para Rsi menerima
wahyu), Jyotisar (tempat yang diyakini, bahwa di tempat tersebut untuk pertama
kalinya Sri Kresna, memberikan wejangan suci kepada Arjuna), Hutan Tulasi
(tempat masa kecil Sri Kresna), lapangan Kuru Ksetra (tempat terjadinya perang
Mahabaratha), Gunung Citrakuta tempat pengembaraan Sri Rama, Gunung Kaelasa
dll.
Melakukan tirtayatra bukanlah perjalanan biasa untuk
mengkeramatkan tempat-tempat tersebut, tetapi untuk menambah keyakinan akan
kebenaran ajaran Hindu dan meningkatkan rasa bhakti, mengagumi kemahakuasaan
serta kebesaran Tuhan, kemanapun dan dimanapun kita memuja atau menyembah tetap
ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan segala manifestasinya (Ista Dewata)
menurut cara masing-masing, selalu menghormat kepada: para Rsi, leluhur yang
telah mendahului kita, sebagai sesama Manusia dan Bhuta (mahluk lain), sehingga
tercipta hubungan yang tetap harmonis antara kita sesama Manusia dengan Tuhan
Yang Maha Esa (Sang Pencipta), antara manusia dengan alam lingkungan tempat
kita hidup dan berkembang (Tri Hita Karana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar